Dari Meja Ketua

Admin STT Jaffray

Admin STT Jaffray

Wednesday, 09 August 2023 16:12

Inagurasi Mahasiswa Baru 2023

Pada hari Selasa tanggal 8 Agustus 2023 adalah kegiatan Inagurasi Mahasiswa Baru. Adapun penyerahan laporan sementara yang diserahkan oleh ketua panitia Penerimaan Mahasiswa Baru, Ev. Maurice Andrew Suplig, M.Th kepada Pimpinan Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray Makassar, Pdt. Dr. Robi Panggarra, M.Th. Bersyukur untuk seluruh rangkaian Inagurasi Maba dapat selesai oleh karena pertolongan Tuhan.

Upacara pengibaran bendera merah putih berlangsung di halaman kampus STFT Jaffray Makassar. Upacara hari ini dipimpin langsung oleh Ketua STFT Jaffray Makassar, Bapak Pdt. Dr. Robi Panggarra, M.Th. Tak lupa segenap Civitas Akademika STFT Jaffray turut mendoakan bagi pemulihan bangsa pasca pandemi Covid-19 sehingga Indonesia dapat Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat. Setelah upacara dilaksanakan, segenap warga kampus ikut meramaikan hari Kemerdekaan RI dengan mengikuti berbagai macam lomba 17-an. Kegiatan yang digagas oleh BEM STFT Jaffray Makassar ini diharapkan semakin mempererat rasa persaudaraan dan cinta tanah air di dalam diri seluruh Civitas Akademika STFT Jaffray Makassar. Berikut adalah beberapa foto perayaan kemerdekaan RI ke-77.

KKR Pembukaan Semester Baru Tahun Ajaran 2022/ 2023 dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 2022 bertempat di Chapel STFT Jaffray Makassar. Untuk pertama kalinya Ibadah berlangsung dengan tatap muka namun tetap mematuhi protokol kesehatan. KKR ini dipimpin oleh Pdt. Dr. Bob Jokiman yang juga merupakan alumni STFT Jaffray Makassar yang melayani di Amerika Serikat. Ada juga sesi doa yang mana seluruh Civitas Akademika bersyukur akan penyertaan Tuhan sepanjang satu semester yang berlalu dan berdoa untuk satu semester selanjutnya di tahun 2022. Berikut adal dokumentasi dari kegiatan KKR Pembukaan Semester Baru - KKR Pembukaan Semester.

Selain itu, dalam rangkaian KK Pembukaan semester dilanjutkan dengan Kegiatan Doa dan Puasa. Kegiatan ini rutin diadakan setiap mengawali semester yang baru. Ibadah Doa Puasa tahun ini diadakan pada tanggal 16 Agustus 2022. Adapun beberapa kegiatan yang diikuti oleh seluruh Civitas Akademika STFT Jaffray Makassar ialah: Ibadah Pembukaan yang dipimpin oleh Bapak Charles Tessy, M.Th. Selanjutnya seluruh dosen, karyawan dan mahasiswa akan terbagi dalam kelompok seperti KPK Dosen, KPK Mentor, Doa Per-Angkatan, Doa Per-Daerah. Setelah itu, PA dari Yohanes 4:1-42 yang dipimpin oleh Bapak Charles Tessy, M.Th. Terakhir, Ibadah Penutup dan Perjamuan Kudus bersama yang dipimpin oleh Ketua STFT Jaffray Makassar, Pdt. Dr. Robi Panggarra, M.Th. Berikut adal dokumentasi dari kegiatan Kegiatan Doa Puasa - Doa Puasa.

Puji Tuhan, serangkaian kegiatan Penerimaan MABA STFT Jaffray Makassar yang dimulai dengan kegiatan Ujian Penerimaan MABA, Orientasi dan Retreat MABA serta Inagurasi MABA berjalan dengan tuntunan Tuhan. Tahun ini, tema Penerimaan MABA: "Shama" (Mendengar).

Adapun jumlah MABA yang diterima pada tahun ini sebanyak 139 orang yang terdiri dari 8 MABA yang diterima pada Tahun Ajaran Genap 2021/2022 dan 131 MABA yang diterima pada Tahun Ajaran Ganjil 2022/2023. Mereka semua berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.

Retreat MABA STFT Jaffray Makassar Tahun 2022 berlangsung selama 3 hari yakni pada hari Jumat, 05 Agustus 2022 - Minggu, 07 Agustus 2022. Adapun lokasi retreatnya bertempat di Jaffray Retreat Center. Jaffray Retreat Center (JRC) adalah sebuah tempat yang tepat untuk mengadakan retreat baik secara pribadi maupun kelompok dengan suguhan pemandangan alam yang indah dan sejuknya udara di Benteng Tinggi, Malino.

Berikut adalah beberapa dokumentasi dari kegiatan - rangkaian kegiatan penmaba.

Orientasi Mahasiswa Baru STF Theologia Jaffray tahun 2023

Orientasi Mahasiswa Baru Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray tahun 2023 telah dilaksanakan. Ada 88 mahasiswa yang mengikuti serangkaian acara orientasi. Regulasi penerimaan Mahasiswa Baru yang berlaku di kampus STFT Jaffray dimulai dari pendaftaran online. Tahun 2023 proses seleksi tes kemampuan Alkitab dan tes Bahasa Inggris juga dilaksanakan secara online. Dengan demikian calon MABA bisa tetap ada di daerah masing-masing untuk ujian tes online. Demikian pula dengan wawancara online melalui zoom meeting. Dengan demikian calon MABA tidak perlu mengeluarkan dana yang besar apabila mereka tidak lulus tes dan wawancara online. Setelah dinyatakan lulus maka calon MABA datang ke kampus untuk mengikuti tes psikologi MMPI. Calon MABA mengikuti Orientasi Mahasiswa Baru Tahun 2023 STFT Jaffray Makassar mulai tanggal 24-25 Juli 2023 dengan tema yang dibawa adalah "Ekolouthesan" (Mengikuti Yesus). Puji Tuhan serangkaian acara Orientasi Mahasiswa Baru di Kampus STFT Jaffray Makassar selama dua hari dapat dilaksanakan oleh pertolongan Tuhan. Dengan semangat tema "Mengikut Yesus" berati mengizinkan Tuhan Yesus sebagai Tuhan Yesus Kristus, Gembala Agung, Teladan hidup unryk menjalani kehidupan sepanjang hayat. Tuhan di depan kita dan kita mengikuti-Nya, menyangkali keegoan kta, dan mengikuti teladan salib, dan terus-menerus mengikuti-Nya dengan setia hingga akhir hayat hidup kita. JS

Partisipasi STFT Jaffray Makassar pada STUDI INSTITUT PERSETIA 2023 di Nias

Pulau Nias adalah salah satu pulau di Sumatera yang sering merasakan Gempa dan Tsunami beberapa tahun terakhir. Inilah salah satu alasan mengapa Studi Institut Persetia 2023 dengan Tema Teologi dan Trauma diadakan pada tanggal 26-30 Juni di STT BNKP Sundermann Kota Gunung Sitoli Nias.

Studi Institut ini ditujukan bagi para dosen anggota dan calon anggota PERSETIA. STFT Jaffray Makassar salah satu sekolah teologi yang mengutus seorang dosen yaitu ibu Johana Betris Tumbol, SE., M.Th. untuk mengikuti kegiatan yang memiliki tujuan agar melalui kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran peserta terhadap trauma (trauma-informed), dan termotivasi untuk menghasilkan publikasi jurnal bereputasi atau buku yang bermanfaat bagi jemaat gereja dan Masyarakat luas.

Pdt. Septemmy E. Lakawa, Th.D  menjadi narasumber utama sekaligus pembimbing bagi 9 peserta dalam Studi Institut di Nias yang telah mengirimkan makalah mereka sebelumnya. Beliau memberikan trajectory mengenai Teologi dan Trauma, serta cara melakukan penelitian yang berbasis Teologi dan Trauma.

Bagi ibu Betris sendiri, ini merupakan pengalaman berharga serta membuka wawasan berpikir tentang dampak-dampak yang menetap dalam pribadi maupun komunitas para penyintas. Berhubung ibu Betris mengajar mata kuliah Konseling Kristen maka ada perspektif dan pendekatan yang baru yang bisa didiskusikan di kelas dengan mahasiswa sehubungan dengan kasus-kasus trauma dilihat dari perspektif Teologi dan Trauma. Dan bagi Institusi pengutus, dapat mempertimbangkan untuk memperdalam kajian-kajian yang berhubungan dengan Teologi dan Trauma dalam bentuk kuliah umum yang mengundang pakar.

Terima kasih untuk PERSETIA dan Panitia lokal STT BNKP Sundermann Kota Gunung Sitoli Nias. Tuhan Yesus memberkati.

 

 

 

Coaching Clinic "Menyelami Seluk Beluk Instrumen Akreditasi Pendidikan Tinggi Teologi di Indonesia

Perkumpulan Sekolah-sekolah  Teologi di Indonesia (PERSETIA) menyelenggarakan Coaching Clinic "Menyelami Seluk Beluk Instrumen Akreditasi Pendidikan Tinggi Teologi di Indonesia tanggal 24-25 Agustus 2023 jam 15.00-17.00 WITA. Kegiatan ini terdiri atas dua sesi, yaitu: Sesi 1 adalah bincang-bincang Instrumen Akreditasi (2 jam); sesi 2 adalah menelisik instrumen-instrumen akreditasi. Pembicaranya adalah Dr. Tuhoni Telaumbanua, M.Si, Ph.D (Asesor BAN-PT). Materi yang disampaikan bersifat praktis, evaluatif, dan implementatif. Penguatan SPMI dan Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi penilaian penting dalam instrumen. Termasuk ketersediaan data-data, dokumentasi dan bukti implementasi serta pengembangan Tri Dharma. Kegiatan ini dihadiri sekitar 103 peserta dari anggota PERSETIA dalam hal ini Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray. Adapun dosen ayng mengikuti kegiatan ini adalah Dr Tri Supartini, M.Th (Waket I Akademik), Dr. Hengki Wijaya (Ketua Prodi PAK), Tendik bidang Akademik, sekretaris LP3M STFT Jaffray.  Kegiatan Coaching Clinic akan dilaksanakan bulan depan mengenai Jabatan Fungsional Dosen. 

Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray sebagai Penerima Bantuan Konferensi Ilmiah Internasional Batch II Tahun 2022

Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia (BMPTKKI) merupakan mitra perguruan-perguruan tinggi keagamaan Kristen yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia dan pelayan Kristus. BMPTKKI, dari dimensi berbangsa dan bernegara, adalah badan musyawarah perguruan-perguruan tinggi keagamaan Kristen untuk merealisasikan usaha membangun bangsa dan Negara yang cerdas, berbudi luhur, serta bermartabat. BMPTKKI didirkan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945 serta mengacu pada tridharma perguruan tinggi. Sebagaimana diamanatakan di dalam pembukaan dan Pasal 31 UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa sesungguhnya tugas mendidik dan meningkatkan kecerdasan bangsa adalah tanggun jawab bersama antara pemerintah, lembaga pelayanan pendidikan, dan masyarakat. Adapun visi BMPTKKI adalah menjadi badan musyawarah bagi perguruan tinggi keagamaan Kristen dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan pengabdian kepada masyarakat, serta hubungan kerja sama.

BMPTKKI memiliki visi untuk memajukan kemampuan akademik dosen yang mengajar dalam lingkup PTKK. Semuanya bertujuan untuk mewujudkan pencapaian Tri Darma Perguruan Tinggi. Untuk mewujudkan visi tersebut, bidang penelitian dan publikasi jurnal BMPTKKI merancang kegiatan Seminar Internasional untuk meningkatkan kemampuan dosen di satu sisi dan memfasilitasi dosen PTKK untuk mempublikasikan karya akademiknya di kancah internasional.

Pada tahun 2020, Bagian Riset dan Penerbitan Jurnal BMPTKKI telah merancang dan menyusun kegiatan ini dengan membahas tema dan ruang lingkup. Setelah melalui berbagai diskusi, pertimbangan dan mendapatkan berbagai masukan, maka diangkat tema: Integrasi Wawasan Teologis dan Kemanusiaan dalam Dunia Kontemporer. Tema ini dipilih sebagai wujud aktualisasi Seminari Agama Kristen di Indonesia dalam merespon dan memposisikan diri di tengah dunia yang terus berubah. Tanggung jawab teologis dan hermeneutis dibutuhkan sebagai salah satu pilar, terutama dalam membela kemanusiaan dalam menghadapi dunia yang semakin sekuler. Teologi harus menjadi cakrawala dalam umat manusia. Jika tidak, teologi hanya akan menjadi konsep yang absurd dan jebakan doctrinal yang tidak pernah menguntungkan aktualisasi manusia dan kemanusiaan kontemporer.

Pada awal tahun 2021, setelah konsep dasar menjadi final, pembentukan panitia akan menjadi langkah selanjutnya untuk menyelenggarakan kegiatan ini. Output dari karya akademik berdasarkan teman adalah prosiding internasional yang akan diindeks ke dalam Google Scholar, EBSCO, dan Web of Science (WoS) seperti Atlantis.

BMPTKKI berkomitmen untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia untuk mendukung publikasi karya-karya dosen-dosen dengan lingkup Pendidikan keagamaan lebih meluas dengan kemampuan pengalaman pelaksanaan ICONTHCE 27-29 Juli 2021 yang dilaksanakan secara online (hybrid learning) yang berlokasi di Batam. Jumlah naskah yang lolos seleksi 65 naskah sudah siap diterbitkan oleh Atlantis Press  (https://www.atlantis-press.com/proceedings/iconthce-21/articles). Atas keberhasilan pelaksanaan prosiding internasional ini memberikan motivasi tinggi untuk melaksanakan kegiatan konferensi internasional dengan tema yang lebih up to date yaitu: “Religion and Digital Society.”

Jumlah Sekolah Tinggi Teologi di Indonesia yang mencapai 300 institusi memberikan peluang sekaligus tantangan untuk memberdayakan potensi dosen-dosen untuk berkarya melalui penelitian hibah penelitian dan mandiri untuk menyebarluaskan keilmuannya untuk bermanfaat bagi bangsa dan negara. Kontribusi besar ini ditandai dengan jumlah pengelolaan jurnal yang meningkat dan tulisan-tulisan hasil peneltian yang meningkat dipublikasikan di jurnal nasional terakreditasi dan jurnal internasional bereputasi. Dengan demikian melalui prosiding internasional yang dilaksanakan tidak hanya meningkatkan publikasi prosiding namun juga dapat mempublikasikan naskah terbaik di jurnal internasional berputasi dan book chapter bereputasi yang terindeks Scopus, Wos.

Dukungan pihak pemerintah dalam pemberian hibah oleh DRTPM dapat mewujudkan terlaksananya kegiatan konferensi internasional. Dengan demikian tujuan kegiatan ini dapat berkontribusi bagi keilmuan bagi bangsa dan Negara. Keberhasilan ICONTHCE memberikan bukti bawa kepanitian yang solid dapat dilanjutkan dengan mengadakan 2nd ICONTHCE 2022 dengan pembicara-pembicara pengalaman dan produktif dalam publikasi.

Tema konferensi adalah: Religion and Digital Society. Panitia mengudang akademisi, peneliti dan semua pemangku kepentingan terkait untuk mengikuti kegiatan ini dalam rangka meningkatkan Kegiatan Penelitian melalui Kegiatan Call For Paper (https://www.iconthce.org/). Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk seminar, workshop, serta pemaparan pemakalah yang meliputi 8 topik subtema kegiatan seperti:

  1. Theology, Humanities and Christian Education in the Internet of Things
  2. Theology Facing The Global Change in the Era of 5G
  3. Contemporary Theology in the Internet of Things
  4. Mission Today
  5. Inter-religious Dialogue Now and Then
  6. Christian Education in Disruption Ea
  7. Internet of Things Impact on Theology, Humanities and Christian Education

Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray bekerjasama Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia (BMPTKKI) dan berkolaborasi dengan STT Real Batam sebagai panitia penyelenggara bersama. Konferensi ini dilaksanakan dengan metode Hybrid Conference yang kegiatan onsite dilakukan di STT Real Batam pada tanggal 27-28 Oktober 2022. Adapun bukti SK penerima hibah Konferensi internasional dan foto-foto kegiatan konferensi dapat dilihat pada link  Penerima Hibah.

 

PELAYAN KRISTUS YANG BERDAMPAK DI ERA MASYARAKAT DIGITAL[1]

 Pdt. Dr. Daniel Ronda, Th. M

 

Pendahuluan

                 Dunia sudah berubah dan perubahan itu akan terus terjadi tak seorang ahli pun dapat mengetahui ke mana ujungnya. Semua ini adalah bagian dari disrupsi yang saat ini disebut revolusi industri 4.0. Perubahan yang cepat dan kompleks disederhanakan dengan istilah yang disebut era digital atau era masyarakat digital. Suatu masyarakat atau generasi yang benar-benar me-nyatu dengan teknologi. Kehidupan yang menyatu dengan teknologi internet membuat para pemimpin ter-masuk dunia pendidikan patut mengantisipasinya de-ngan serius. Negara Indonesia juga menjadi bagian dari perubahan itu. Apalagi sebagai negara dengan penduduk keempat terbesar di dunia sudah mengalami perubahan yang drastis ini. Peristiwa pandemi Covid-19 selama dua setengah tahun mempercepat proses digitalisasi masya-rakat Indonesia, termasuk kehidupan gereja.

                Tantangan perubahan dunia dan Indonesia itu berdampak pula ke masalah spiritualitas manusia. Kehi-dupan beragama menjadi lebih pragmatis karena di satu sisi dapat mempermudah prosesi keagamaan namun ada kecenderungan terjadi pendangkalan spiritualitas. Me-mang spiritualitas dalam kekristenan tidak mudah diu-kur karena sifatnya sangat subjektif dan dalam kekris-tenan spiritualitas itu sebuah perjalanan yang dinamis.[2] Walaupun demikian hal ini tampak dengan banyaknya pemimpin rohani dadakan yang muncul di platform media sosial tanpa latar belakang teologi, namun menjadi populer karena pengaruhnya di media seperti menjadi artis atau komedian.

                Pada sisi lain pengaruh pemimpin rohani ter-hadap generasi muda terhadap spiritualitas semakin me-nurun. Bilangan Research Center dalam publikasi hasil pe-nelitian menunjukkan bahwa peran pemimpin rohani (baca: gembala) semakin menurun dalam kehidupan rohani seseorang, khususnya dalam kehidupan generasi muda. Ditemukan bahwa: “terjadi penurunan peran gembala jemaat dalam menuntun anak, remaja, dan pemuda untuk percaya pada Tuhan Yesus, dari 37,9% pada tenggang waktu sekitar 30-40 tahun yang lalu, menjadi 10,6% di antara generasi muda hari ini.”[3]

                Dunia digital bukan hanya menghadirkan man-faat bagi kehidupan tapi kebangkitan nasionalisme aga-ma membuat terjadinya konflik sosial. Maraknya kehi-dupan beragama justru ditandai dengan banyaknya kon-troversi atau konflik antar agama di media sosial, seperti saling menyerang dan menjelekkan antara pemimpin agama dan ajaran agama lain.[4]

                Melihat berbagai latar belakang permasalahan yang dihadapi gereja saat ini, maka dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi sebagai berikut:

                Pertama, bonus demografi yang sering disebut sebagai keuntungan negara Indonesia di mana penduduk produktif yaitu usia 15-64 ada di kisaran 70% dari penduduk Indonesia ini memang bisa menjadi bonus tapi juga sekaligus menjadi tantangan dan bencana bila tidak dikelola dengan benar. Jadi bagaimana pemimpin rohani dapat memberikan nilai-nilai (values) bagi generasi baru ini?

                Kedua, pelayanan gereja di dunia digital masih penuh tantangan dan pada sisi lain kondisi kese-jahteraan penduduk, kondisi politik, ekonomi, pendi-dikan, kesehatan, sosial, budaya, agama dan juga ling-kungan perlu mendapat perhatian gereja karena itu ada-lah mandat untuk pelayan Kristus layani. Tantangannya adalah pendekatan transformasional apa yang dipakai untuk menjadi pemimpin rohani yang berdampak?

                Ketiga, belum tertatanya etika global masyarakat digital sehingga konspirasi, kebohongan, dan rekayasa berita menjadi makanan sehari-hari. Jika tidak ada gera-kan etika maka konflik diprediksi akan semakin men-jadi-jadi termasuk politik identitas yang dapat memba-wa perpecahan bangsa. Pergumulannya adalah bagaima-na pelayan Kristus menghadirkan kepemimpinan yang autentik yang menggambarkan kehidupan sebagai war-ga kerajaan Allah?

                Dalam menjawab pergumulan ini, maka tulisan ini akan memberikan kajian teoritis tentang kepemimpi-nan rohani yang dibutuhkan di era masyarakat digital, sejauh mana transformasi digital telah ikut dilakukan gereja, serta peran yang dilakukan pemimpin rohani un-tuk dapat berdampak secara signifikan dalam masya-rakat digital.

Kepemimpinan Rohani yang Dibutuhkan

        Menjadi pelayan Kristus yang berdampak memerlukan kompetensi kepemimpinan. Ada tiga model kepemimpinan di era digital yang diperlukan:[5] Pertama, kepemimpinan berbasis nilai-nilai (Values-Based Lea-dership). Kepemimpinan tidak hanya berbicara tentang keahlian teknis seperti kemampuan penguasaan teknologi informasi, tapi harus didasari nilai-nilai yang dimiliki pemimpin. Dalam memasuki dunia digital suatu organisasi termasuk gereja tidak dapat mencapai tujuan jika dibangun tanpa nilai. Jika demikian maka gereja akan menghadapi situasi di mana budaya organisasi menjadi tidak kondusif karena tidak ada tanggung jawab dan etika moral menjadi rendah. Adalah James O’Toole yang melihat pentingnya kepemimpinan berba-sis nilai di mana ini adalah cara untuk memampukan organisasi mencapai tujuan. Ketika dalam organisasi su-dah ada visi dan misi, tujuan dan sasaran, rencana stra-tegis dan manajemen yang baik, maka penting dibangun di atas nilai-nilai yaitu integritas, kepercayaan, mende-ngarkan, menghormati pengikut:[6]

        1. Integritas: arti integritas dimulai dari hati, pikiran, dan tindakan yang sama. Integritas berkaitan dengan siapa Anda sebagai satu pribadi, komitmen yang Anda pegang, dan tindakan yang konsisten dengan diri dan komitmen Anda.[7] Memiliki integritas adalah nilai se-buah kesatuan antara perkataan, keyakinan, dan perbu-atan pada diri individu seorang pemimpin. Ini nilai ter-tinggi dalam kepemimpinan di organisasi apapun ben-tuknya.            

        2.  Kepercayaan: Salah satu nasihat kepemimpinan yang tak lekang waktu adalah pada waktu Musa dinasihati mertuanya tentang syarat memilih pemimpin. Kitab Keluaran 18:21 mengatakan bahwa mereka yang layak dipilih sebagai pemimpin haruslah “orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengajaran suap.”

        Hakikat kepercayaan adalah pemimpin itu pelayan dengan tanggung jawab serta hak-hak istimewa peran yang dibagikan kepada semua tim kepemimpinan. Kepercayaan berbicara tentang pemimpin yang menja-dikan pengikutnya memiliki keberanian dan optimisme. Aspirasi dan pendapat pengikut diwadahinya sehingga mereka mempercayai pemimpin yang pada akhirnya organisasi menjadi kuat. Lebih lanjut, kerja tim dan kolaborasi hanya bisa terwujud ketika orang-orang dalam organisasi saling percaya.[8]

        3.  Mendengarkan: Kunci keberhasilan seorang pemim-pin adalah kemampuan untuk mendengarkan pengikut-nya, memahami keinginan organisasi pelayanan yang di-pimpinnya. Untuk memahami orang lain dan merasakan perasaan mereka, seorang pemimpin harus menjadi pen-dengar yang baik. Pendengar yang terampil menyebab-kan mereka tahu bahwa mereka didengar, dan mereka tidak ragu mengungkapkan pemahaman tentang kepri-hatinan dan masalah. Ketika seorang pemimpin adalah pendengar yang baik, orang-orang merasa dihormati dan kepercayaan bisa tumbuh.[9]

        4. Menghargai pengikut: Kepemimpinan yang lebih tepat diterapkan dalam organisasi pelayanan adalah se-perti seorang yang sedang mengajar dan bukan meme-rintah. Pemimpin wajib menjadi guru yang baik bagi para pengikutnya. Pemimpin sebagai guru memberikan persona yang memberdayakan, mendorong pengikutnya untuk menerima nilai-nilai pelayanan dan menginterna-lisasikannya, serta dibangun kelompok- kelompok kerja yang diharapkan berkembang. Kepemimpinan model guru berbicara tentang menghargai karunia setiap indi-vidu yang dipakai untuk kepentingan memimpin secara bersama-sama.

         Model kepemimpinan yang kedua, kepemimpi-nan berbasis transformasi. Kepemimpinan model ini adalah berbeda dengan kepemimpinan transaksional atau kepemimpinan yang berfokus kepada manajemen yang baik dan tertata. Kepemimpinan transaksional berfokus kepada penyusunan visi dan misi, strategi pencapaian, manajemen tata kelola yang baik, serta luaran (output) yang diharapkan. Tapi berbeda dengan kepemimpinan transaksional, seorang pemimpin trans-formasional dalam mencapai tujuannya memandang organisasi sebagai entitas di mana sang pemimpin melakukan persuasi dan motivasi, mendorong, meyakin-kan, dan akhirnya mendorong perubahan. Seorang pemimpin transformasional bukan pemimpin yang ber-fokus kepada dirinya sebagai pahlawan tapi dia adalah agen perubahan mengkonsepkan realitas organisasi me-lalui visi dan misi serta menetapkan cara menetapkan strategi untuk mewujudkan visi dan misi itu. Cara yang dipakai adalah dengan menginspirasi, memotivasi, serta menemukan peluang pertumbuhan, dan meningkatkan efektivitas pelayanan. Cara membangun kepemimpinan yang berbasis transformasi atau perubahan meliputi membangun pengaruh, memberikan motivasi yang me-nginspirasi, menstimulasi pikiran, dan mentoring:

 

  1. Membangun pengaruh: pemimpin transformasional bekerja menuju perubahan nyata dimulai dengan mem-bangun pengaruhnya seperti memimpin dengan membe-ri contoh, bertindak dengan optimisme, punya keper-cayaan diri, memiliki standar moral dan etika yang ting-gi sehingga putusan yang dihasilkan menjadi sebuah pe-ngaruh yang akan diikuti.

 

  1. Memberi motivasi yang menginspirasi: dalam Alki-tab ada pemimpin bernama Nehemia yang menunjuk-kan kemampuan dalam memberi motivasi dan inspirasi dalam memimpin bangsa Israel membangun tembok Ye-rusalem. Ia berhasil mengubah dalam waktu singkat pe-ngikutnya dari pesimis dan berkecil hati menjadi pekerja yang agresif dan efektif.[10] Pemimpin menjadi sumber ins-pirasi dan motivasi yang tujuannya mengangkat sema-ngat tim dan menantang untuk mencapai tujuan yang le-bih tinggi dalam pekerjaan mereka. Caranya adalah de-ngan mengartikulasikan visi masa depan yang jelas dan optimis serta melibatkan para pengikut dalam kepe-mimpinan, para pemimpin membangun komitmen mela-lui visi bersama dan karenanya dapat meminta komit-men dari para pengikut.

 

  1. Menstimulasi pikiran: caranya pemimpin merang-sang upaya dan refleksi diri para pengikut, melalui per-tanyaan-pertanyaan asumsi yang kreatif dan inovatif, tanpa kritik apa pun terkait dengan ide-ide mereka. Kri-tik sebaiknya tidak dilakukan dalam fase internal ini, se-baliknya, ide-ide dibiarkan berbeda dari para pemimpin, untuk memungkinkan perspektif yang berbeda terhadap masalah tersebut tanpa takut akan sanksi atau huku-man. Bahkan pemimpin dapat meminta pengikutnya un-tuk menyampaikan saran yang radikal dan kontroversial yang tujuannya menghasilkan kreativitas serta peruba-han.

 

  1. Mentoring: dalam mementor maka para pemimpin terlibat dalam peran mengajar dan melatih, sambil mem-berikan perhatian khusus pada kebutuhan tiap individu. Dengan bertindak sebagai mentor, pemimpin fokus pada kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mendorong per-tumbuhan dan pencapaian lebih lanjut di antara para pe-ngikut. Para pemimpin diwajibkan mendengarkan, me-ngenali dan menerima perbedaan dalam sifat pada tiap individu sehingga mampu beradaptasi. Cara mementor itu berbeda dari satu kepada yang lain. Ada yang lebih lunak dengan mempedulikan, membimbing dan flek-sibel, tapi ada yang harus lebih keras dan lebih bero-rientasi pada pelaksanaan tugas. Tujuan mentoring adalah menciptakan lingkungan yang aman bagi pengikut un-tuk belajar dan mencoba tugas baru di mana mereka merasa dibimbing dan dipantau mencapai tujuan organi-sasi.

                Akhirnya model kepemimpinan yang ketiga yaitu kepemimpinan berbasis autentisitas. Kepemimpinan au-tentik mengembangkan perspektif bahwa untuk benar-benar berdampak dan bermanfaat bagi individu, pelaya-nan, bangsa dan masyarakat, pemimpin autentik harus memiliki karakter yang kuat, yang lahir dari nilai inter-nal diri, baik secara mental maupun spiritual. Autentisi-tasnya kemudian menjadi sebuah proses pertumbuhan bersama antara dirinya dengan organisasi pelayanan yang dipimpinnya. Ada empat karakteristik pemimpin yang autentik yaitu pemimpin yang mengenal dirinya dengan baik, transparan, membangun keseimbangan, punya etika moral yang kuat berdasarkan prinsip Alki-tab:

 

  1. Mengenal diri: pemimpin yang mengenal diri akan berusaha menciptakan interaksi dan membuat dampak yang berarti bagi dunia. Caranya dengan mencari umpan balik pada orang lain serta meningkatkan dialog dengan individu untuk memahami siapa dirinya. Dengan demi-kian pemimpin akan tahu kekuatan dan kekurangan diri lewat masukan yang diberikan melalui mata orang lain. Seorang pemimpin yang mengenal diri mampu meng-gambarkan kekurangannya serta memahami sifat dirinya yang beragam serta memperkuat kelebihan dirinya.

 

  1. Transparansi: pemimpin yang autentik itu transparan dalam menanamkan kepercayaan dan berbagi perasaan dan pikiran serta secara terbuka berbagi informasi de-ngan orang lain, sambil mencoba untuk menyeimbang-kan dan meminimalkan emosi yang tidak pantas. Pe-mimpin yang relatif transparan menghargai keaslian, ke-benaran dan keterbukaan. Pada saat yang sama mem-bimbing pengikut mereka dalam memahami sisi negatif dan positif dari diri mereka yang sebenarnya.

 

  1. Membangun keseimbangan: pemimpin wajib mem-buat analisis data objektif yang komprehensif sebelum membuat keputusan akhir. Pemimpin harus mengguna-kan pendekatan pemrosesan pengambilan keputusan dengan seimbang. Seorang pemimpin yang mampu ber-sikap objektif akan dihargai pengikutnya karena mampu mengolah informasi mana yang relevan maupun yang ti-dak relevan tanpa asumsi yang negatif, opini, atau pera-saan negatif. Dengan putusan yang objektif serta siap menerima hasil negatif dan positif dari analisis, pemim-pin jauh lebih autentik daripada yang didorong oleh sub-jektivitas yang bias.

 

  1. Memiliki etika moral yang Alkitabiah: pemimpin autentik adalah yang membangun kepemimpinan dari dalam dirinya sendiri (developing leadership within you).[11] Pedoman pemimpin adalah dipandu oleh nilai-nilai dan standar moral dari Alkitab, sehingga pemimpin berdiri melawan tekanan sosial kelompok serta mendasarkan nilai-nilai Alkitabiah ke dalam nilai-nilai organisasi pe-layanan. Pemimpin yang beretika adalah pemimpin yang membangun diri dalam kerendahan hati.[12]

 

Transformasi Digital dalam Gereja

 

                Dalam Revolusi Industri 1.0 pada abad ke-16,[13] penemuan mesin-mesin termasuk mesin cetak memiliki dampak paling dramatis pada peradaban manusia saat itu yang masih dirasakan sampai saat ini. Ini membawa suatu era baru yaitu budaya membaca bagi orang biasa dan menyediakan akses yang lebih luas kepada semua orang berbagi pengetahuan dan sastra dalam bentuk buku kepada semua manusia. Teknologi ini menyebab-kan Martin Luther dan para reformator untuk membawa Alkitab ke dalam rumah dan kehidupan sehari-hari orang-orang. Itu memungkinkan produksi katekismus untuk setiap tradisi Kristen, yang dengan cepat menjadi pusat pendidikan agama untuk anak-anak dan orang de-wasa. Gereja Kristen adalah pengadopsi awal teknologi baru mesin cetak dan revolusi yang dimulainya.[14] Ini mengubah kekristenan menjadi berkembang dan ber-tumbuh secara luar biasa sampai ke seluruh dunia.

                Pada abad kedua puluh satu muncul revolusi di-gital, yang dimulai dengan penemuan internet, beragam alat digital, teknologi, dan platform media sosial memiliki dampak dramatis yang sama pada masyarakat dunia ter-masuk gereja Kristen. Perpaduan antara media streaming, video conference, website, platform pembelajaran online, dan media sosial telah mengubah seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk pelayanan gereja yaitu ibadah, semi-nar, dan pemuridan lainnya.

                Penemuan teknologi digital dan transformasi yang masih terus berlangsung adalah kisah yang paling fenomenal di awal abad kedua puluh satu. Dalam buku Networked: The New Social Operating System yang ditulis oleh Lee Rainie dan Barry Wellman menyatakan ada tiga dampak besar yang akan ditimbulkan revolusi digital ya-itu adanya jejaring sosial, internet, dan konektivitas se-luler pada kehidupan manusia. Bersatunya ketiga faktor ini telah berhasil menggeser kehidupan sosial masyara-kat dari keluarga, lingkungan dan hubungan kelompok yang terjalin erat menjadi jaringan pribadi yang lebih lu-as dan beragam.[15]

                Revolusi jaringan sosial memberikan peluang bagi orang untuk menjangkau dunia melampaui komunitasnya sendiri yang mana memberikan keraga-man dalam hubungan sosial tanpa batas serta jembatan untuk terwujudnya dunia baru. Revolusi internet telah menjadi kekuatan komunikasi dan kemampuan menda-patkan informasi yang berlimpah, memungkinkan setiap orang untuk menjadi penerbit dan penyiar bagi diri mereka sendiri dengan adanya platform media sosial yang ada. Ini menciptakan metode baru untuk jejaring sosial. Revolusi telepon seluler secara mendasar mengubah hubungan antara informasi, waktu, dan ruang. Informasi menjadi lebih mudah, partisipatif, dan pribadi. Orang-orang dari segala usia sekarang membuat konten melalui situs jejaring sosial dan media sosial yang tersedia. Dengan adanya kenyataan di mana kebanyakan orang adalah “penerbit” dan “penyiar” dan di mana sudah ter-sedia teknologi pencarian yang hebat seperti salah satu-nya “google.” Ini memudahkan untuk menemukan kon-ten yang diingini dan terhubung dengan orang yang me-miliki selera, gaya hidup, keyakinan politik, praktik spi-ritual, kondisi kesehatan yang sama. Orang juga dengan mudah terhubung dengan orang lain lewat media sosial yang dibangunnya.

                Dari fenomena di atas maka dapat dirumuskan ada enam karakteristik digitalisasi yang perlu dipahami oleh para pemimpin, karena ini berhubungan dengan penjelasan awal tulisan ini yaitu bagaimana gereja mam-pu memahami kondisi masyarakat digital saat ini:[16]

 

  1. Interkoneksi dan integrasi: sebuah kenyataan bahwa dalam aspek kehidupan organisasi yaitu komunikasi dan interaksi sosial ikut juga meningkat karena digitalisasi. Semua elemen kehidupan sudah terhubung dan bahkan semakin menyatu. Ini akan mendorong produktivitas, keberlanjutan, kualitas dan efektivitas dalam lingkup organisasi.

 

  1. Tidak ada jeda waktu dan kelimpahan informasi: peningkatan kecepatan informasi menyebabkan keputu-san harus diambil dengan cepat. Belum lagi kelimpahan informasi karena cepatnya informasi diterima lewat pon-sel pintar, tablet, dan media sosial. Ini membutuhkan a-nalisis yang kuat untuk memahami informasi dan bagai-mana memanfaatkan sepenuhnya.

 

  1. Transparansi dan kompleksitas: semua informasi tidak dapat lagi ditutupi di era digital ini. Itu sebabnya transparansi sangat diperlukan untuk mengelola trans-formasi organisasi. Sebagai contoh digitalisasi dari pela-yanan menyebabkan kebutuhan akan transparansi ba-gaimana proses pelayanan dikerjakan. Ketika pelayanan gereja memasuki dunia digital maka akan ada peningka-tan kompleksitas teknologi, pergeseran dan tantangan bagaimana pelayanan akan dilakukan di era digital.

 

  1. Tidak ada hirarki dan penghapusan penghalang pribadi: ketika organisasi menjadi lebih cair terjadi perubahan dalam struktur hirarki organisasi. Sebagai contoh misalnya, adanya gagasan ahli manajemen “pro-gram pendampingan terbalik” (reverse mentoring program) di mana mengacu pada inisiatif di mana eksekutif yang lebih tua dipasangkan dengan dan dibimbing oleh karya-wan yang lebih muda tentang topik-topik seperti tekno-logi, media sosial, dan tren saat ini.[17] Selanjutnya dari perspektif kepemimpinan bahwa waktu dan kehadiran di kantor secara rutin (pagi ke sore) adalah penghalang yang dapat dihilangkan sehingga memungkinkan karya-wan bekerja lebih produktif.

 

  1. Pembuat keputusan dan tingginya integritas: digi-talisasi memungkinkan proses pengambilan keputusan yang lebih cepat karena didukung oleh transformasi digital. Ini memang akan menimbulkan banyak ketega-ngan terutama antara sumber daya internal dan ekster-nal, aspek horizontal dan vertikal dalam organisasi, dan singkatnya waktu untuk pengambilan keputusan. Lewat putusan yang dibantu oleh data digitalisasi juga meme-ngaruhi integritas pribadi dan organisasi misalnya mun-cul rasa saling percaya yang menjadi faktor penting da-lam membangun pelayanan.

 

  1. Dampak yang memanusiakan: digitalisasi memben-tuk kembali lima pilar utama dalam pelayanan yaitu adanya pengikut, persaingan, data, inovasi, dan nilai. Digitalisasi telah membuat manusia untuk lebih mudah berinteraksi, berkomunikasi, dan saling terhubung me-lalui platform dan alat virtual dengan cara yang lebih au-tentik. Ketika manusia dan mesin terus saling terhubung lebih banyak orang bekerja berdampingan dengan “ro-bot” yang menyebabkan kolaborasi manusia-robot sema-kin dekat. Robot saat ini sudah “pintar” dengan kecer-dasan artifisial sehingga mampu melihat dan merasakan lingkungan mereka. Ketika manusia menjadi lebih saling terkait dengan komputer, masa depan interaktivitas a-kan menjadi “simbiosis” yang mana sebuah sistem di ma-na hampir semua orang dan segala sesuatu saling bergantung satu sama lain.

                Dari karakteristik digitalisasi ini, ternyata pene-rapan praktis yang meluas dari revolusi digital ke dalam kehidupan dan pelayanan gereja harus diakui merupa-kan proses yang lambat. Memang ada gereja perkotaan seperti di Indonesia menjadi inovator dan pengadopsi awal teknologi digital baru sejak dekade pertama tahun 2000-an.[18] Mereka menyiarkan kebaktian hari Minggu secara online dan menggunakan platform media sosial untuk terhubung dengan anggota mereka, sehingga mendapatkan pendengar atau penonton yang lebih luas. Dari sini, gereja ini membangun hubungan, berbagi iman, berdoa, mengeksplorasi masalah sosial, dan yang lainnya. Selain itu, mereka juga mengembangkan situs menarik yang berfungsi sebagai pusat kehidupan dan pelayanan gereja, serta memberikan ajakan yang menarik bagi orang-orang untuk mengalami komunitas mereka. Gereja-gereja urban ini sudah sejak awal mengadopsi da-lam pemanfaatan alat dan media digital untuk memaju-kan misi mereka dan mewartakan Injil.

                Berbeda dengan beberapa gereja urban yang begi-tu cepat mengakselerasi perubahan teknologi, maka ke-banyakan gereja memiliki respons yang berbeda. Ada yang cepat tapi kebanyakan lambat dalam mengantisi-pasi perubahan. Lewat peristiwa pandemi global Covid-19, maka terjadi pergeseran yang terpaksa yaitu manusia dipaksa melakukan seluruh aktivitas kehidupan kerja ke dunia virtual, termasuk konsumsi dan cara bersosiali-sasi. Ini memicu pergeseran besar-besaran dan lebih jauh ke aktivitas virtual untuk semua kehidupan manusia, termasuk pelayanan gereja.

                Salah satu paradoks dari perubahan dalam masa pandemi ini adalah ketika orang-orang mengasingkan diri dan belajar atau bekerja dari jarak jauh, justru ba-nyak yang menemukan kembali ikatan sosial yang lebih banyak orang daripada sebelumnya. Contohnya dengan zoom ada banyak dilakukan pertemuan, reuni keluarga, perayaan ulang tahun, pertemuan dengan anggota keluarga dan teman, dan banyak lagi. Orang-orang mulai secara alami beralih ke platform media sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling mendasar ini. Pandemi telah mempercepat perkembangan identi-tas manusia hibrid yaitu menjalani kehidupan mereka secara online dan offline. Alih-alih menganggap kedua-nya terpisah, manusia modern menyadari bahwa kehidu-pan mereka merangkul secara langsung (fisik) dan on-line (virtual).

                Ketika diaplikasikan ke dalam kehidupan pela-yanan gereja, maka mereka sekarang hidup dalam komu-nitas Kristen hibrid, karena gereja telah memasukkan a-lat, metode, dan media digital ke dalam kehidupan gereja dan pembentukan iman. Gereja memelihara hubungan, pertumbuhan rohani, penyembahan, dan pembelajaran, dan mereka terlibat dalam pelayanan secara pribadi dan online. Melalui media sosial, para anggota memupuk ko-neksi online yang tidak jauh berbeda dengan hubungan yang ada sebelum internet dan telepon genggam. Pande-mi Covid-19 telah menjadi alat penyadaran untuk gereja dalam penggunaan teknologi digital dan media sosial dalam kehidupan gereja dan pembentukan iman. Gereja-gereja urban yang sudah mengadopsi sejak awal justru meningkatkan inisiatif mereka untuk mengatasi tanta-ngan pandemi dan menghilangkan pertemuan fisik seba-gai tempat pelayanan. Gereja-gereja lain yang lambat mengadopsi pendekatan digital atau menolak dunia digital berjuang untuk beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi tantangan pandemi. Ada yang berhasil, tapi banyak yang tidak. Dalam menghadapi pandemi, gereja-gereja mulai berdamai dengan kekhawatiran mereka tentang teknologi dan sudah melihat manfaat nyata yang diberikan oleh internet dan teknologi digital. Selama dua dekade terakhir, para peneliti yang mempelajari agama dan internet telah memperlihatkan manfaat tak terban-tahkan yang dapat ditawarkan oleh berbagai aspek pe-kerjaan keagamaan secara online kepada kelompok-kelompok agama. Ada pandangan yang berkembang yang menggambarkan bagaimana pindah ke dunia digi-tal berpotensi memperluas pengaruh kelompok agama ke pendengar baru dan menciptakan peluang untuk penjangkauan. Merangkul teknologi untuk tujuan pela-yanan rohani telah terbukti menjadi strategi vital selama pandemi dan seterusnya dalam dekade yang akan datang.[19]

  

Panggilan Untuk Berdampak di Era Masyarakat Digital

                 Sebagaimana tujuan dari tulisan ini ada tiga yaitu: pertama, pemimpin rohani dapat memberikan ni-lai-nilai (values) bagi generasi baru ini; kedua, mene-mukan pendekatan transformasional yang dipakai untuk menjadi pemimpin rohani yang berdampak; ketiga, pela-yan Kristus menghadirkan kepemimpinan yang autentik yang menggambarkan kehidupan sebagai warga keraja-an Allah.

                Peran umum yang perlu dilakukan sebagai pelayan Kristus untuk berdampak adalah keterbukaan, kemampuan beradaptasi serta sikap optimistik bahwa sesuatu bisa dikerjakan. Warren Bennis berkata, “Me-ngenai masalah natur kepemimpinan dengan memeliha-ra hal tersebut supaya para pemimpin menjadi efektif di dunia digital, itu ada hubungannya dengan keterbukaan terhadap yang baru. Hal ini didasarkan pada banyak faktor: terkadang kepribadian seseorang... Selain ketaha-nan dan keterbukaan, kualitas kapasitas adaptif adalah rasa optimis dapat melakukan dan mau mencoba.”[20]

                Secara khusus maka ada beberapa peran pekerja Kristus yang perlu dilakukan untuk dapat berdampak di era masyarakat digital:

                Pertama, pemimpin wajib memiliki fondasi nilai-nilai dalam kehidupan organisasi yang dipimpinnya. Dari kajian literatur dan observasi di lapangan maka pe-mimpin yang memimpin dengan nilai-nilai yang Alkita-biah akan menjawab karakteristik digitalisasi masyara-kat di mana nilai integritas, kepercayaan, mendengar-kan, serta menghormati pengikut menjadikan pelayanan siap melayani masyarakat hibrid.              

                Kedua, peran pemimpin wajib melakukan terobo-san perubahan (transformational leadership) lewat membangun pengaruh, memberi motivasi yang mengins-pirasi, menstimulasi pikiran, dan mentoring juga relevan dengan karakteristik masyarakat digital. Yang harus dilakukan pemimpin adalah terus belajar, berani mem-buat perubahan, dan mempraktikkan langsung pelaya-nan di dunia digital. “Belajar (learning), berubah (cha-nging), dan melakukan (doing) adalah dimensi internal yang terintegrasi dari proses pengembangan kepemimpi-nan transformasional yang berkelanjutan untuk mencip-takan perubahan positif bagi organisasi keagamaan dan organisasi nirlaba.”[21] Sudah waktunya gereja berani memasuki pelayanan dunia digital yang lebih serius me-ngingat dampak besar yang dihasilkan dari pelayanan ini. Kreativitas generasi Z dan Post-Z di gereja patut dia-jak masuk ke dalam pelayanan hibrid di mana pelayanan digital mampu menjawab permasalahan manusia secara holistik.

                Ketiga, peran pemimpin yang autentik melalui pengembangan karakter yaitu mengenal diri, transpa-ransi, membangun keseimbangan, dan memiliki etika moral yang alkitabiah adalah bagian penting dalam mengembangkan pelayanan di masyarakat digital. Saat semua orang bisa menjadi narasumber bagi dirinya, ma-ka membangun etika dan nilai-nilai etika dalam interak-si masyarakat digital adalah keniscayaan. Masyarakat di-gital tanpa etika akan menjadi masyarakat anarkis yang menghasilkan komunitas digital yang sakit. Edukasi ten-tang bagaimana menjadi warganet yang baik dan bereti-ka adalah panggilan utama sebagai pelayan Kristus. Di dalamnya termasuk mempromosikan moderasi beraga-ma sebagai perwujudan dari membangun etika bersama secara global.

 

Kesimpulan dan Refleksi

 

                Masyarakat digital sudah mengadopsi gaya hi-dup hibrid, di mana proses ini dipercepat dengan adanya pandemi Covid-19. Pekerja Kristus harus “keluar” de-ngan ada di dunia digital. Ia diharapkan membangun pelayanannya dengan model kepemimpinan berbasis nilai, kepemimpinan transformasional, dan kepemim-pinan yang autentik. Dari bangunan kepemimpinan yang solid ini diharapkan tiap pekerja bukan hanya memaha-mi karakteristik dari era digital, namun juga dapat mela-kukan tranformasi digital pada dirinya, pada lembaga, gereja dan masyarakat yang dilayaninya. Semua ini di-mulai dari sikap terbuka dan adaptif karena perubahan yang ada saat ini belum berhenti dan masih panjang. Fe-nomena gereja Metaverse misalnya adalah studi yang per-lu dicermati dahulu, di mana ini membuktikan peruba-han itu belum selesai. Selamat kepada para wisudawan/i. Tuhan menyertai perjalanan kehidupan Anda ke depan di universitas kehidupan ini.

 

Referensi

Bell, Skip. “Learning, Changing, and Doing: A Model for Transformational Leadership Development in Religious and Non-Profit Organizations.” Faculty Publications 6 (2010): 93-111. Diakses tanggal 22 Agustus 2022.  http://digitalcommons.andrews.edu/christian-ministry-pubs/6.

Bennis, Warren. “Leadership in DIgital World: Embracing Transparancy and Adaptive Capacity.” MIS Quarterly 37, no. 2 (Juni 2013): 635-636.

Bishop, Jonathan. “Book Review: Networked: The New Social Operating System.” International Journal of E-Politics 4, no. 2 (2013): 64-66. Diakses 22 Agustus 2022. 10.4018/jep.2013040106.   

Budijanto, Bambang (ed.). Dinamika Spiritualitas Generasi Muda Kristen Indonesia. Jakarta: Bilangan Research Center, 2018.

Dixit, Aparna & Vivek Palke. “Reverse Mentoring – A Key to manage Age Diversity in the Information Technology (IT) and Telecom Companies.” MIT-SOM PGRC KJIMRP 1st International Conference. (Special Issue: December 2015), 46-50.

Gentry, William A., Todd J. Weber, and Golnaz Sadri. “Empathy in the Workplace A Tool for Effective Leadership.” (Center for Creative Leadership: Issued November 2011/Reprinted February 2016), 1-13. Diakses 12 Agustus 2022. https://cclinnovation.org/wp-content/uploads/2020/03/empathyintheworkplace.pdf.

International Leadership Institute. Pengukir Sejarah Perjalanan: Melengkapi Pemimpin Mengabarkan Injil. Jakarta: ILI Indonesia, 2020.

Khan, Shahyan. “Leadership in the Digital Age – A Study on the Effects of Digitalisation on Top Management Leadership.” Master Thesis. Swedia: Stockholm Business School, 2016.

Kouzes, James M. (ed.). Christian Reflections on the Leadership Challenge. San Fransisco: John WIley & Sons Inc., 2004.

Maxwell, John C. Developing the Leader Within You. USA: Thomas Nelson Inc, 2005.

O’Toole, James. “Notes Toward a Definition of Values-Based Leadership.” The Journal of Values Based Leadership 1, no. 1 (2008): 1-9.

Roberto, John. “The Digital Transformation of the Church.” Digital Ministry and Leadership Today's Church. Minnesota, USA: Liturgical Press, 2022.

Sanders, J. Oswald. Spiritual Leadership. Chicago: Moody, 2007.

 

Footnotes

                [1] Disampaikan pada Orasi Ilmiah Wisuda STFT Jaffray Makassar, 10 September 2022.

                [2] Bambang Budijanto (ed.), Dinamika Spiritualitas Generasi Muda Kristen Indonesia (Jakarta: Bilangan Research Center, 2018), 23.

                [3] Ibid., 29.

                [4] Ibid., 30.

                [5] Garis besar tiga pilar kepemimpinan ini mengikuti alur pemikiran Shahyan Khan, “Leadership in the Digital Age – A Study on the Effects of Digitalisation on Top Management Leadership,” Master Thesis (Swedia: Stockholm Business School, 2016), 27-38.

                [6] Catatan yang lebih ringkas tentang cakupan dari Kepemimpinan Berbasis Nilai: James O’Toole, “Notes Toward a Definition of Values-Based Leadership,” The Journal of Values Based Leadership 1, no. 1 (2008): 1-9.

                [7] International Leadership Institute, Pengukir Sejarah Perjalanan: Melengkapi Pemimpin Mengabarkan Injil (Jakarta: ILI Indonesia, 2020), 205.

                [8] James M. Kouzes (ed.), Christian Reflections on the Leadership Challenge (San Fransisco: John WIley & Sons Inc., 2004), 89.

                [9] William A. Gentry, Todd J. Weber, and Golnaz Sadri, “Empathy in the Workplace A Tool for Effective Leadership,” (Center for Creative Leadership: Issued November 2011/Reprinted February 2016), 7, diakses 12 Agustus 2022, https://cclinnovation.org/wp-content/uploads/2020/03/empathyintheworkplace.pdf.

                [10] J. Oswald Sanders, Spiritual Leadership (Chicago: Moody, 2007), 72.

                [11] John C. Maxwell, Developing the Leader Within You (USA: Thomas Nelson Inc, 2005), 224.

                [12] J. Oswald Sanders, 62.

                [13] Amalia Annisa, “Sejarah Revolusi Industri dari 1.0 sampai 4.0,” diakses 18 Agustus 2022, https://www.researchgate.net/publication/348293276_Sejarah_Revolusi_Industri_dari_10_sampai_40.

                [14] John Roberto, “The Digital Transformation of the Church,” Digital Ministry and Leadership Today's Church (Minnesota, USA: Liturgical Press, 2022), 1-3.

                [15] Jonathan Bishop, “Book Review: Networked: The New Social Operating System,” International Journal of E-Politics 4, no. 2 (2013): 64-66, diakses 22 Agustus 2022, 10.4018/jep.2013040106.

                [16] Shahyan Khan, 17-20.

                [17] Aparna S. Dixit & Vivek Palke, “Reverse Mentoring – A Key to manage Age Diversity in the Information Technology (IT) and Telecom Companies,” MIT-SOM PGRC KJIMRP 1st International Conference (Special Issue: December 2015), 46.

                [18] Ini banyak dilakukan oleh gereja-gereja urban yang besar di perkotaan seperti gereja-gereja Kharismatik dan Pentakosta yang menggunakan teknologi informasi sebagai bagian dari pelayanan dan sudah sejak puluhan tahun yang lalu.

                [19] John Roberto, 3-4.

                [20] Warren Bennis, “Leadership in Digital World: Embracing Transparancy and Adaptive Capacity,” MIS Quarterly 37, no. 2 (June 2013): 635-636.

                [21] Skip Bell, “Learning, Changing, and Doing: A Model for Transformational Leadership Development in Religious and Non-Profit Organizations,” Faculty Publications 6 (2010): 111, diakses 22 Agustus 2022, http://digitalcommons.andrews.edu/christian-ministry-pubs/6.

Salam sejahtera di dalam Yesus Kristus Tuhan dan Juruselamat kita.

Pertama-tama tentu ucapan syukur kepada Tuhan yang telah berkarya dalam kehidupan kita serta di dalam institusi pendidikan ini, sehingga suksesi kepemimpinan yang baru dapat terlaksana dengan baik. Saya bersyukur kepada Tuhan atas pekenanan-Nya sehingga saya terpilih melalui RAPIMNAS GKII menjadi ketua STFT Jaffray periode 2021-2026 pada bulan Oktober 2021.

Sejak terpilih pada akhir tahun lalu, kami telah disambut dengan beberapa tanggung jawab besar untuk segera menata struktur kepemimpinan yang baru demi kelancaran pekerjaan dalam memajukan lembaga pendidikan yang sama kita cintai dan banggakan. Sebuah harapan besar dibangun dalam keyakinan pertolongan Tuhan bahwa dengan kesatuan dan kerjasama tim kepemimpinan yang baru ini dapat melanjutkan estafet kepemimpinan serta melanjutkan pengembangan STFT Jaffray yang telah dikerjakan oleh para pemimpin terhadulu.

Telah terjadi juga perubahan formasi dalam kepemimpinan yayasan pendidikan periode 2021-2026, yang tetap diketuai oleh Bapak Ir. Samuel Arnold. Bersyukur bahwa Badan Pengurus Yayasan terus berkomitmen untuk mendukung dan bersinergi dalam meingkatkan pengembangan kampus tercinta.

Sejak terpilih kami sudah melaksanakan rapat koordinasi dengan BP Yayasan, serta membuat rencana kerja semester genap 2021/2022. Beberapa hal besar yang telah menjadi kesepakatan dengan yayasan adalah meningkatkan pengembangan STFT Jaffray melalui pengembangan SDM dengan menguliahkan dosen-dosen ke jenjang S3, meningkatkan sarana-prasarana untuk pelaksanaan pembelajaran, serta membangun satu unit gedung asrama puteri berlantai 4 guna meningkatkan daya tampung mahasiswa yang tinggal di asrama.

Terkait sarana-prasarana, LED TV telah disediakan di beberapa kelas. Selain itu, kampus juga sementara membangun sebuah ruang kelas Hybrid untuk mewujudkan pelaksanaan kelas yang lebih efektif.

Kami juga sedang membangun relasi dengan gereja-gereja sahabat yang ada di Kota Makassar bahkan di luar Kota Makassar guna menigkatkan kerjasama dalam menjadi pendukung STFT Jaffray melalui doa, dana, mengutus mahasiswa, serta menerima mahasiswa praktik PKL dan alumni untuk melayani di gereja-gereja yang ada ataupun sekolah-sekolah yang dikelolah oleh pihak gereja.

Bersyukur bahwa pada tanggal 4-5 Maret 2022, STFT Jaffray kembali mendapat asesmen lapangan untuk akreditasi program doktoral, setelah sebelumnya sudah mendapat SK perpanjangan akreditasi dengan No sk akred PPJ: 1105/SK/BAN-PT/Ak-PPJ/D/II/2022 peringkat B (baik sekali).

Puji Tuhan bahwa STFT Jaffray tetap menjadi institusi pendidikan teologi yang mendapat kepercayaan publik yang tinggi di Indonesia dan khususnya di wilayah Indonesia bagian Timur. Hal tersebut ditandai dengan sejumlah mahasiswa yang datang dari Pulau Papua, Pulau Kalimantan (Kalimatantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat), Pulau Papua, Pulau Sulawesi, dan Pulau Jawa (termasuk dari Jakarta). Hal ini membuktikan adanya kepercayaan publik dan para stake holders yang begiru tinggi terhadap STFT Jaffray Makassar.

Saya mengajak semua unsur pimpinan, staf dosen, staf karyawan/ti, segenap mahasiswa, serta para sahabat STFT Jaffray Makassar untuk terus bergandengan tangan membangun sinergitas guna menggenapkan Amanat Agung Kristus dengan tetap berkomitmen untuk memuridkan segala bangsa bagi kepentingan Kerajaan Allah.

 

Ketua STFT Jaffray,

Pdt. Dr. Robi Panggarra, M.Th.

Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray Makassar

Jl. G. Merapi 103 Makassar, 90114

Sulawesi Selatan, Indonesia

Email: sttjaffray@yahoo.com

Telp. 0411-3624129

Fax. 0411-3629549

Kontak Pascasarjana

Email: pascasarjana.sttj@ymail.com
Telp/Fax. 0411-3619757

© 2024 STFT Jaffray Makassar. All Rights Reserved.